Masuk Pegawai Negri Bayar Puluhan Juta.


Hal ini mungkin tak sedikitpun mengejutkan anda dan saya. Ini adalah fenomena wajar dilingkaran sosial berbangsa dan bernegara. Ada seorang Guru yang setelah menamatkan kuliahnya dengan segala tenaga dan pikiran yang dia kerahkan harus berhadapan dengan kondisi kesulitan mendapatkan lapangan kerja. Cukup tragis…. Dengan segala daya dan upaya setelah bersusah payah orang tuanya mengumpulkan dana buat dia selama ini sekolah, orang tua ini kembali bersusah payah mengumpulakan puluhan juta rupaih agar anaknya masuk pegawai negri, sebagai seorang guru pula. Wew.. Pendidikan yang tidak benar akan menghasilkan didikan yang tidak benar pula. Paling tidak siguru yang lugu ini tidak akan berdaya memberikan semangat mandiri, survive, entrepreneur, bahkan semangat membangun. Bagaimana mungkin toh.. Apakah guru/pegawai lain ini akan mampu berterus terang untuk mengatakan agar setiap muridnya rajin belajar agar tidak seperti saya yang harus melakukan aksi sogok untuk mendapatkan jabatan guru, jabatan yang sangat menentukan bagi berlangsungnya kehidupan peradaban suatu bangsa. Ada seorang teman saya dari Pematang Siantar yang mengatakan bahwa ada pegawai negri yang tamatan SMU harus membayar 40 juta rupiah hanya untuk mengharapkan gaji sebesar 900 ribu rupiah per bulan. Dan untuk tingkat sarjana bisa mencapai 80 sampai 100 juta tupiah. Sangat ironis bila memang ditanggapi dari satu sisi.
Bagiku ini bukan hanya kesalahan si pegawai Negri/ Guru atau yang lainnya, tapi kecilnya peluang, kesempatan membuat semua orang gelap mata yang mana peluang itu merupakan tanggung jawab pemerintah kita meskipun setiap orang juga harus bertanggung jawab secara tidak langsung. Sebagai seorang Sarjana memang saya juga harus bertanggung jawab untuk menciptakan lapangan kerja, bukan hanya menjadi pekerja (Pesan dariAyahanda yang tercinta buat kami semua anak-anaknya). Pertama kali Presiden SBY duduk dikursi panas Kepresidenan beliau membuat gebrakan dengan melangsungkan Ujian bagi penerimaan pegawai negri secara fair dan memang banyak teman-teman saya lolos tanpa sepeserpun mengeluarkan dana. Namun setelah tahapan berikutnya banyak kejadian yang telah seharusnya dikubur ternyata harus terulang kembali, sogok menyogok. Bahkan ada banyak teman-temanku yang belum lolos tiba-tiba menjadi tenaga honorer didaerah-daerah sekarang. He he he.. Kembali aku tidak menyalahkan mereka.
Menurut saya ini adalah kesalah kolektif dari setiap orang, dan akan mewariskannya bagi geneasi berikutnya secara terus menerus sehingga hancurlah pendidikan, semangat berkompetisi, semangat untuk maju tentunya. Sistem penerimaan ini harus dirubah betul, harus berstandar dengan pengawasan yang ketat. Para orang tua harusnya lebih bijak dalam menghadapi dan mengarahkan para anak-anaknya. Bayangkan jika seoran sarjana harus memberikan duit sebesar 80 juta rupiah, itu sama artinya bahwa uang yang diberikan akan kembali selama ( 80juta/(1.5 jutax12 bulan) = 4.5 tahun. Wah wah wah.. Bayangkan jika uang 80 juta dia belikan kebun kelapa sawit akan menghasilkan sekitar 3 Ha. Itu berarti Ha x 1,5 juta perbulan = 4.5 Juta perbulan (Hasil Minimum). Hal ini mengindikasikan 80 juta / 4.5 juta = akan kembali dalam kurun waktu kurang dari dua tahun ditambah masa produksi 2 tahun berarti selama 3 tahun lebih. Setelah itu dia akan menikmati 4-5 Juta perbulan dibandingakan si Pegawai Negri ini akan memperoleh 2-3 juta perbulannya. (bila ada peningkatan gaji). Maka untuk mengejar ketertinggalan itu, dengan tidak bijak melakukan Korupsi baik perorangan maupun secara berkelompok. Wah wah.. Adakah kita sadar akan hal itu? Bila seorang pengusaha menengah ditanya berapa modal yang pertama kali dia lakukan untuk memulai usahanya, mereka akan dengan bangga mengatakan tak lebih dari 50 juta rupiah. Sekarang mereka kaya raya toh... wew.. Ini hanya dari salah satu usaha Pertanian. Bagaimana pula dengan Usaha Lainnya. Oleh karena itu mungkin kawan-kawan yang hendak berusaha menjadi pegawai, menjadi Karyawan apabila sampai harus mengeluarkan duit untuk pekerjaan mending pikirdulu deh. Berapa Break Even Pint nya.. He h ehe. Bahkan ada seorang keluarga harus menahankan siksa dunia dikarenakan uang yang pernah dia setorkan tidak menghasilkan apapun, bisa saja uang dolarikan calo, kalau bersaing dalam nominal uang atau bahkan yang mengurus ngga becus. Sekali lagi saya berdecak kagum.. Sebegitu parahnya kondisi ditanah air ini, bagaimana kita harus berjuang melawan negara lain. Inilah tugas Generasi yang sudah sadar.. Begitu banyak yang bisa kita lakukan untuk membangun paradigma baru Indonesia, meski kita harus bertahan dalam Idealisme kita. Percayakah anda bahwa Nenek Moyang, Jepang, Amerika, Jerman, Inggris adalah orang yang dahulunya berusaha sekuat tenaga menciptakan dunia yang sekarang dinikmati para Generasinya? Trus kemanakah perginya Genarasi Muda, LSM, orang-orang yang cinta Negara ini? Mengapa mereka tidak memberikan sosialisasi aktif bagi Masyarakatnya disekelilingnya? Ternyata aku baru mengetahui bahwa mereka sibuk mengejar Peradilan Manta Presiden Almarhum M. Soeharto. Wah, wah salah satu sudut pandang lain toh tentang memajukan Bangsa...(????) Selamat berjuang Bos...


2 komentar:

Anonim mengatakan...

hampir sama dengan email yang pernah saya dapatdari teman satu kampus kuliahku. begini isinya

Bercermin Pada Cermin Usang

Menurut loe kita punya gak sich yang namanya kebebasan ?
Kalo loe bilang iya bisa gak loe ngejelasin fenomena yang dialami hampir semua manusia dimuka bumi ini
ini polanya :
lahir => masuk TK (optional) => masuk SD => masuk SMP => masuk SMA => Kuliah => kerja / kawin => punya keturunan => MAti.
Kalau menurut loe kita punya kebebasan seharusnya pola ini tidak ada (benar-benar acak)
Kalo menurut gua semanjak kita dilahirkan sudah ada sebuah institusi yang mengatur arah kehidupan kita.
Institusi apakah itu ??
Institusi pendidikan!!!

So The question is "Apakah institusi pendidikan tersebut salah ?"

Silahkan anda menjawab

Pernah gak dengar perkataan seperti ini:

belajarlah yang rajin supaya kau pintar => supaya nanti bisa kuliah dan mendapat pekerjaan yang bisa menunjang kehidupanmu.

Loe mau tahu apa yang bisa gua simpulkan dari sini ??

Kesimpulannya ialah bahwa loe belajar dari TK sampai Kuliah dan mendapat pengetahuan, dan pengetahuan yang loe dapat itu bukan untuk loe / milik loe tapi untuk institusi dimana loe bekerja nantinya. Merekalah yang mendapat untung paling besar dari jeri payah loe.
Jadi loe hanya akan menjadi sebuah tombol pada sebuah TV; sebuah sekrup pada sebuah motor, sebuah jendela pada sebuah rumah, sebuah mouse pada seperangkat komputer.
Ya... pada intinya ialah loe adalah sebuah komoditas, yang pada akhirnya akan dibuang jika sudah tidak bisa digunakann lagi. Toh masih banyak yang akan menggantikan posisi loe, karena itu tadi hampir semua orang di Indonesia mengikuti pola yang diatas tadi.

Uda nyadar man ??

Jawaban sekarang ada dipikiran loe, tinggal loe aja yang memutuskan apakah akan jadi seperti diatas atau menjadi trendsetter dari sebuah pola baru yang nantinya akan mendunia



salam kenal !!!!!!!!!

Nafry Marmata mengatakan...

Just a little difficult to comment your comment, It was Out Of Topic Right?
Tapi sedikit wacana juga boleh
1. "So The question is "Apakah institusi pendidikan tersebut salah ?"
Institusi tidak pernah salah, yang mungkin melakukan kesalahan adalah Orangnya.

2."Kesimpulannya ialah bahwa loe belajar dari TK sampai Kuliah dan mendapat pengetahuan, dan pengetahuan yang loe dapat itu bukan untuk loe / milik loe tapi untuk institusi dimana loe bekerja nantinya. Merekalah yang mendapat untung paling besar dari jeri payah loe."
Inilah siklus sosial yg harus membentuk perekonomian suatu daerah, seandainya orang tidak sekolah, tidak bekerja anda bisa membayangkannya toh. and soal siapa yang lebih beruntung ketika anda bekerja itu tergantung anda, rasanya kita bisa berbuat lebih buat orang lain bukan..
(Hey do you know TRI Darma Perguruan TInggi)
3. Ya... pada intinya ialah loe adalah sebuah komoditas, yang pada akhirnya akan dibuang jika sudah tidak bisa digunakann lagi. Toh masih banyak yang akan menggantikan posisi loe, karena itu tadi hampir semua orang di Indonesia mengikuti pola yang diatas tadi.
Ini adalah ketakuatan manusia akan manusia lainnya, seperti slogan Humanis, mari memanusiakan manusia agar lebih manusia, seandainya anda tetap berfikir seperti itu,maka langkah yang tepat adalah melawan kondisi itu, jika anda saja sudah pasrah maka andapun bagian dari permainan itu..

Salam...
Oh ya..
What You said alot, say alot about You.

Tapi secara keseluruhan penilaian anda cukup kritis, sesuai dengan jiwa mudanya, walau ada bagian tertentu yang harus diedit.. he h eheh.. Kalau kita menganggap semua aturan, norma, etika yang ada dalam hidup ini hanyalah retorika dan kita hanya mengikutinya tradisi yang ada, itu terserah kita. Hanya saja banyak kehidupan yang berbeda yang terhempang dibumi ini yang merupakan anugrah Tuhan,
Want to know? Be A Good Dreamer? You'll find it..